
Tiba-tiba Farid Wahyu, anak kedua Mbah Surip, mengamuk di lobi Hotel Kaisar, Durentiga, Jakarta Selatan. Puncaknya, Farid melempar botol air mineral yang masih terisi ke arah wartawan dan mengenai jurukamera Metro TV.
Peristiwa berawal saat puluhan wartawan tengah mewawancarai Suharti, adik kandung Mbah Surip, di lobi Hotel Kaisar. Suharti dan putrinya serta sejumlah anggota keluarga besar Mbah Surip asal Mojokerto sedang menunggu mobil jemputan ke Bandara Soekarno-Hatta. Di saat wawancara tengah berlangsung tiba-tiba Farid muncul sambil marah-marah.
“Ini masih dalam suasana berduka. Siapa yang mengizinkan kalian untuk wawancara,” katanya dengan suara lantang.
Mendengar itu wartawan langsung menghentikan wawancara lalu berjalan menuju halaman depan hotel. Saat bersamaan, keluarga berusaha menenangkan Farid. Namun, emosi Farid tetap tinggi. Dia berusaha mengejar wartawan. Keluarga pun langsung memegangi Farid. Namun, Farid terus berontak.
Tanpa diduga, tiba-tiba dia merampas botol air mineral yang tengah dipegang salah seorang keluarganya. Sejurus kemudian, dia melemparkan botol yang masih terisi penuh itu ke arah wartawan dan mengenai jurukamera Metro TV. Melihat itu, keluarga langsung memasukkan Farid ke mobil dan dibawa pergi. “Maaf ya. Atas nama keluarga besar saya mohon maaf atas perlakuan keponakan saya tadi,” kata Suharti.
Dari Rizal, Ketua Surabaya Comunnity, diperoleh keterangan kalau Farid bersikap di luar kontrol, sebagai luapan emosinya yang terpendam. “Farid sangat kesal kepada keluarga Mbah Surip. Dulu sebelum terkenal, tidak ada seorang pun yang datang kepadanya. Tetapi setelah Mbah Surip seperti sekarang, banyak yang datang dan mengaku sebagai keluarga,” katanya.
Dieksploitasi Media
Di sisi lain kepergian Mbah Surip yang sangat mendadak memang mengejutkan banyak pihak, tak terkecuali keluarganya. Seorang di antaranya adalah Amalia Larasati, keponakan Mbah Surip. “Saya tinggal bersama suami di Jakarta. Pukul 09.30 WIB, saya mendapat telepon dari Farid. Dia mengatakan kalau Pakde (Mbah Surip, red) kondisinya kritis. Berselang dua menit, Farid kembali menghubungi dan mengatakan kalau Pakde sudah tidak ada,” ungkapnya.
Wanita yang biasa disapa Lia ini mengaku, tiga hari lalu masih sempat bertemu Mbah Surip. “Tepatnya pada Minggu (2/8). Saya mendengar Pakde sakit. Kemudian Senin (3/8) saya dengar Pakde sudah mulai sembuh,” kenangnya.
Di mata keluarga, Mbah Surip merupakan ayah yang baik. “Pakde Urip adalah ayah yang sangat menyayangi keluarganya. Setiap kali ada show di Surabaya, dia pasti mengunjungi keluarga di Mojokerto,” katanya.
Sebanyak 39 anggota keluarga besar Mbah Surip dari Mojokerto, Jawa Timur, turut datang menghantarkan Mbah Surip ke peristirahatan terakhirnya. Banyak isu berkembang seputar kepergian Mbah Surip yang begitu cepat.
“Keluarga tidak pernah berpikir macam-macam. Mungkin benar kalau Pakde kecapean. Tapi, terakhir dengar sakitnya Pakde Urip itu hanya flu dan masuk angin. Kami tidak pernah berpikir Mbah Surip meninggal akibat dieksploitasi media menyusul ketenarannya,” kata Suharti.
Keluarga juga tidak punya firasat apa-apa akan ditinggalkan Mbah Surip. “Tidak ada. Hanya saja lewat Farid dikatakan kalau beliau menitip wasiat supaya selalu menjadi pelayan masyarakat dan sebisa mungkin menyenangkan orang banyak,” tambahnya.
Disinggung soal royalti dari ring back tone (RBT) lagu Tak Gendong yang laris manis, Suharti mengaku sama sekali tidak mengetahui. “Keluarga juga tidak tahu. Mohon maaf ya,” ujarnya.
Pengakuan Suharti dikuatkan Yusi Fauzia, penasihat Surabaya Community yang diminta keluarga besar Mbah Surip untuk mendampingi. Dia membenarkan kalau keluarga besar Mbah Surip memang tidak mengetahui soal pembagian royalti.
“Jangan tanya kepada keluarga. Mereka tidak tahu apa-apa. Nanti akan timbul konflik internal karena pertanyaan kalian. Kami teman-teman Mbah Surip yang lebih tahu hal itu,” katanya.
Suharti dan keluarga besar Mbah Surip bergegas kembali ke Mojokerto lantaran ingin mengikuti acara tahlilan di rumah keluarga besar Mbah Surip di Gang Buntu, Kelurahan/Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, Jawa Timur.
Meskipun di rumah keluarga Mbah Surip di Mojokerto hanya ada keponakan bernama Nora, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf dan Bupati Mojokerto Suwandi tetap hadir untuk ikut tahlilan. Acara tahlilan digelar Gerakan Pemuda (GP) Anshor dan tetangga dekat Mbah Surip. Tak Hanya Wagub Jatim dan Bupati Mojokerto saja, sejumlah pejabat dari Kabupaten Mojokerto juga hadir di acara tersebut.
“Saya sangat terkesan dengan langkah-langkah yang dilakukan Mbah Surip. Dia adalah orang yang memiliki konsistensi luar biasa dalam hidup, khususnya sebagai seniman,” terang Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul.
Sosok Mbah Surip yang tetap sederhana dan rendah hati saat popularitasnya di blantika musik tengah melambung, meninggalkan sejuta kenangan mendalam di hati sahabat-sahabatnya. Simak saja penuturan pelatih vokal Bertha yang mengaku mengenal dekat Mbah Surip.
“Saya kenal Mbah sejak 2005. Saya bersama Mbah dan Endang tergabung dalam Trio Gorilla. Kami sering main di komunitas Kenduri Cinta milik Emha Ainun Najib,” bebernya saat pemakaman Mbah Surip.
Sebagai teman dekat, Bertha merasa sangat sedih terkait kepergian Mbah Surip secara tiba-tiba. Apalagi selama lagu Tak Gendong melejit, selama itu pula dia kesulitan untuk menghubungi Mbah Surip. “Selama tiga bulan ini saya nggak pernah bisa menghubungi Mbah. Saya telepon nggak pernah diangkat. Mungkin karena sudah menjadi mesin uang. Tahu-tahu dapat kabar Mbah sudah meninggal,” paparnya.
Diduga Mbah Surip mengalami kelelahan lantaran jadwalnya yang amat padat. Jika benar, Bertha mengutuk keras hal itu. “Mbah Surip sudah menjadi budak yang bisa buat orang makmur. Bayangkan saja, banyak stasiun televisi yang memanfaatkan Mbah. Sampai-sampai dalam sehari bisa enam episode. Tapi, mereka tidak pernah mau tahu Mbah Surip itu sudah tua dan kecapean. Mbah diperas habis-habisan,” sesalnya.
Album Reggae
Bertha pun tak bisa menutupi kesedihan mendengar sahabatnya meninggal dalam keadaan kelelahan. “Saya dalam kesedihan mutlak. Mbah meninggal dalam kesuksesan dan juga kesengsaraan. Saya yakin Tuhan tidak rela akan hal ini,” tegasnya.
Bertha pun mengungkapkan rencana yang sudah disiapkan Mbah Surip dan suaminya. Dalam waktu dekat, Mbah Surip dan suaminya ingin membuat album reggae. Sayang, Tuhan berkehendak lain. Mbah Surip keburu dipanggil Sang Khalik. “Rencananya Mbah dan suami saya ingin membuat album reggae di London, Inggris,” tambahnya.
Kaka ‘Slank’ yang ikut prosesi pemakaman Mbah Surip pun mengaku tak percaya saat pertama kali mendapat kabar Mbah Surip meninggal. Kaka mengaku kenal Mbah Surip sejak awal 2007 lewat acara Vespa. Jauh sebelumnya, dia sering melihat Mbah Surip di Bulungan, Jakarta Selatan.
Kaka mengetahui kabar kematian Mbah Surip lewat SMS. Awalnya, dia mengira SMS itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Belakangan, dia mendapat kepastian kabar itu setelah menonton tayangan televisi. Di matanya, Mbah Surip merupakan sosok seniman sederhana dan patut dicontoh. “Dia penuh pengalaman dan tidak segan-segan untuk berbagi kepada orang-orang di sekitarnya. Itu luar biasa,” katanya.
Kaka tidak memandang Mbah Surip sebagai legenda musik, melainkan sebagai seorang seniman yang sangat fenomenal. “Soalnya, lewat lagunya yang lagi booming orang-orang banyak mengenal sosok Mbah Surip. Kalau dilihat dari sepak terjangnya sebagai seniman jalanan yang pekerja keras, dia memang legenda,” pujinya.
Setiap berbincang dengan Mbah Surip, Kaka mengaku mendapat banyak masukan. “Kalau ngobrol lebih banyak kasih nasihat tentang kesederhanaan hidup. Dia juga selalu mengatakan kepada saya agar tidak menilai seni sebatas dengan materi. Tapi, bagaimana kita memberikan kepada orang lain sebuah kebahagian melalui seni,” kenangnya.
Tak ingin ketinggalan, pesinetron Marcel Chandrawinata ikut membeberkan kenangannya bersama Mbah Surip. “Saya kenal dia sebagai orang yang saya idolakan. Sudah dua kali saya bertemu dia dalam acara yang saya bawakan. Saya melihat dia orangnya polos dan baik,” katanya.
Layaknya seorang penggemar terhadap idolanya, Marcel pun tidak segan-segan meminta foto bersama. Namun, Marcel malah kaget melihat sikap Mbah Surip kepadanya. “Malah dia yang ngajak foto bareng duluan. Padahal saya yang ngefans sama dia,” lanjutnya.
Adik kandung Nadine Chandrawinata ini pun sempat bingung saat pertama mendapat kabar Mbah Surip meninggal dari mamanya. “Dengan logat bulenya saya nggak mengerti apa yang dibilang Mama. Mama bilang kalau yang nyanyi Tak Gendong meninggal,” katanya.
Marcel meyakinkan kalau Mbah Surip akan menjadi legenda. Dia pun menyempatkan hadir di acara pemakaman sekaligus mewakili Nadine dan saudara kembarnya, Mischa Chandrawinata. “Dia bakal abadi seperti legend lantaran meninggal saat berada di puncak. Jadi, hati-hati kalau pakai lagunya. Sudah ada hak miliknya,” tandasnya.
Laris Manis
Sementara itu, sepeninggal Mbah Surip, penjualan kaset, CD, poster, maupun topi ala seniman nyentrik berambut gimbal tersebut, melonjak drastis. Berdasarkan pantauan di sejumlah toko kaset, CD, serta poster yang ada di sepanjang Jl Sabang dan Jl Jaksa, Jakarta Pusat, permintaan terhadap barang-barang ‘peninggalan’ almarhum terus meningkat dalam dua hari terakhir.
Sejumlah pedagang CD dan kaset bahkan mengaku kehabisan stok album milik almarhum. “Kami sudah kehabisan stok kaset maupun CD lagu Mbah Surip. Permintaan melonjak pascameninggalnya almarhum,” ungkap Helmi (27), salah seorang karyawan toko kaset di Jl Sabang, Jakarta Pusat.
Dijelaskannya, album Barang Baru yang memuat lagu Tak Gendong sebenarnya sudah dirilis almarhum sejak 2003. Namun, album tersebut baru booming pada awal 2009, setelah video klip album tersebut wara-wiri di sejumlah stasiun televisi dan radio. Sejumlah lagu lainnya yang juga populer adalah Bangun Tidur, Enak Tenan, I Love You Full, serta Aku Ganteng.
“Jujur, kondisi ini tak jauh beda dengan saat King of Pop Michael Jackson meninggal,” ungkap Helmi yang mengaku juga mengagumi sosok Mbah Surip.
Hal senada diungkapkan Yadi, seorang penjual CD/VCD di lokasi yang sama. Menurutnya, sebelum meninggalnya almarhum, album yang memuat lagu Tak Gendong juga sudah laris-manis. Penjualan kian meningkat pascameninggalnya almarhum.
“Untuk menggantisipasi permintaan yang kian meningkat, saya memilih untuk memesan lebih banyak lagi stok album Mbah Surip,” ujar Yadi seraya mengakui CD atau VCD yang dijualnya merupakan barang bajakan, sehingga harga jualnya hanya Rp7.000/keping.
Selain kaset dan CD, poster serta topi reggae yang kerap dipakai almarhum sehari-hari juga menjadi buruan. “Harga poster mulai dari Rp8.000 hingga Rp25 ribu/poster. Harga itu tergantung dari besar kecilnya poster,” ujar Puput, salah seorang penjaja poster dan topi ala Mbah Surip.
Dijelaskan, pascameninggalnya almarhum dia mampu menjual poster dengan berbagai ukuran sebanyak 15 lembar/hari. Sementara untuk topi mencapai lima hingga sepuluh buah. Harga jual topi dipatok Rp20 ribu hingga Rp35 ribu. (red/*bk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar